Masjid Ajaib atau juga Masjid Tiban adalah sebenarnya
Pondok Pesantren Salafiah Bihaaru Bahri Asali Fadlaailir Rahmah yang terletak di Turen, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Pondok Pesantren Salafiah Bihaaru Bahri Asali Fadlaailir Rahmah (Bi
Ba’a Fadlrah). Nama yang cukup panjang yang mempunyai makna Laut Madu
atau, "Fadilah Rohmat" (Segarane, Segara, Madune, Fadhole
Rohmat-terjemahan Bahasa Jawa)
[1]
Disebut Masjid tiban karena Konon masjid yang sangat megah ini
dibangun tanpa sepengetahuan warga sekitar, dan menurut mitos dibangun
oleh jin
dalam waktu hanya semalam. Namun, ketika desas-desus ini dikonfirmasi
kepada “orang dalam”, dikatakan bahwa pembangunan masjid – yang
sebenarnya merupakan kompleks pondok pesantren secara keseluruhan –
semua bersifat transparan karena dikerjakan oleh santri dan jamaah.
Bantahan dari “orang dalam” itu jelas sekali terpampang di depan meja
penerima tamu dengan tulisan besar-besar, “Apabila ada orang yang
mengatakan bahwa ini adalah pondok tiban (pondok muncul dengan
sendirinya), dibangun oleh jin dsb., itu tidak benar. Karena bangunan
ini adalah Pondok Pesantren Salafiyah Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir
Rahmah yang murni dibangun oleh para santri dan jamaah.”
Pondok Pesantren tersebut konon mulai dibangun pada tahun 1978 oleh
Romo Kiai Haji Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al-Mahbub Rahmat Alam,
atau yang akrab disapa Romo Kiai Ahmad. Bangunan utama pondok dan masjid
tersebut sudah mencapai 10 lantai, tingkat 1 sampai dengan 4 digunakan
sebagai tempat kegiatan para Santri Pondokan, lantai 6 seperti ruang keluarga, sedangkan lantai 5, 7, 8 terdapat toko-toko kecil yang di kelola oleh para Santriwati
(Santri Wanita), berbagai macam makanan ringan dijual dengan harga
murah, selain itu ada juga barang-barang yang dijual berupa pakaian Sarung, Sajadah, Jilbab, Tasbih dan sebagainya.
Tak hanya unik, di dalam ponpes tersebut juga tersedia kolam renang,
dilengkapi perahu yang hanya khusus untuk dinaiki wisatawan anak-anak.
Di dalam komplek ponpes itu juga terdapat berbagai jenis binatang
seperti kijang, monyet, kelinci, aneka jenis ayam dan burung.
Arsitek dari pembangunan ponpes ini bukanlah seseorang yang belajar dari ilmu arsitektur perguruan tinggi, melainkan hasil dari istikharah
pemilik pondok, KH Achmad Bahru Mafdloludin Sholeh. Karenanya,
bentuknya menjadi sangat unik, seperti perpaduan timur tengah, china dan
modern. Untuk pembangunannya pun tidak menggunakan alat-alat berat dan
modern seperti halnya untuk membangun gedung bertingkat. Semuanya
dikerjakan oleh para santri
yang berjumlah 250 orang dan beberapa penduduk di sekitar pondok. Romo
Kiai sudah mulai membangun pondok dengan material apa adanya. Contohnya,
waktu itu adanya baru batu merah saja maka batu merah itulah yang dipasang dengan luluh (adonan) dari tanah liat (lumpur atau ledok)
No comments
Post a Comment